Menjadi penginjil pribadi-ke-pribadi membutuhkan integritas kita sebagai seorang teladan hidup. Kita perlu menilik ke dalam diri kita masing-masing apakah kita memiliki integritas yang baik sebagai seorang pengajar. Matius 23 menghardik kita melalui beberapa ayat yang dapat kita renungkan.
Perenungan yang pertama, apakah perilaku kita sepadan dengan pengajaran yang kita ajarkan? Yesus mengajarkan kita melalui cara hidup orang-orang Farisi, mereka mengajar tetapi perilaku hidup mereka tidak sesuai dengan ajaran mereka. Teladan hidup merupakan satu-satunya hal yang dapat secara langsung memengaruhi orang.
Kedua, apakah kita mengikatkan beban berat bagi murid kita? Orang yang baru percaya masih membutuhkan pemerlengkapan dan panduan dari kita sampai pada saat ia siap melakukan pemuridan.
Ketiga, apakah kita berusaha membuat orang lain terkesan dalam pemuridan kita? Pelayanan yang dilakukan hanya untuk menyenangkan hati orang lain tidak akan membawa dampak yang kekal. Tiliklah diri kita apakah kita merasa sakit hati ketika yang kita lakukan tidak diakui.
Keempat, apakah kita bersukacita kalau orang yang kita bimbing melampaui kita? Sukacita yang sesungguhnya akan kita peroleh justru ketika kita melihat orang yang kita bimbing dapat melampaui kita dalam pertumbuhan rohani mereka.
Kelima, apakah kita membentuk orang menurut citra kita atau citra Kristus? Dasar hidup yang kita tanamkan dalam diri orang yang baru percaya adalah Kristus, maka biarkan mereka semakin bertumbuh seturut citra Kristus sebagai murid Kristus bukan murid kita.
Keenam, apakah saya melakukan pemuridan karena kekuasaan? Kita menggunakan pemuridan bukan untuk ego, kekuasaan, atau gengsi yang menyertai jika kita menjadi seorang “pemimpin yang berbakat”.
Ketujuh, apakah kita mengutamakan hal-hal yang utama? Keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan adalah hal utama dalam melakukan pemuridan.
Kedelapan, apakah kita menggunakan penampilan untuk menutupi kerakusan? Kata kunci dari pertanyaan ini adalah mampu mengendalikan diri, mampu menahan diri dalam kebiasaan pribadi, sekalipun yang tidak tampak dari luar.
Kesembilan, apakah kita menganggap diri kita lebih hebat daripada orang lain? Integritas yang sesungguhnya adalah ketika kita memberikan diri kita setara, bekerja bersama—bukan memosisikan diri sebagai “atasan”—orang yang kita bimbing.
Integritas dalam pelayanan pribadi berasal dari kejujuran kita setiap hari bersama Kristus. Bukan bergantung pada pendapat orang lain tetapi menjaga etika kita baik di hadapan Tuhan maupun sesama.
Judul Buku: Pemuridan untuk Semua Orang
Penulis: Scott Morton
Penerjemah: Arie Saptaji
Penerbit: Katalis – Yys. Gloria, Yogyakarta (2011)
Bab 8: Titik Buta Pemimpin dalam Memuridkan: Sembilan Hal yang Perlu Diperiksa