Kita hidup di dunia dengan aktivitas yang tiada habisnya yang membuat kita mudah terjebak dalam rutinitas dan tidak lagi memikirkan dampak bagi diri kita sendiri. Lantas apa yang musti kita lakukan agar kita tetap memiliki sukacita di dalam Tuhan ketika kita berada dalam pusaran aktivitas kita sehari-hari?
Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah berhenti, yaitu beristirahat selama beberapa waktu dengan tujuan-tujuan untuk mengingat “siapa aku”, “mengapa aku ada di sini”, dan kembali mendapatkan kekuatan untuk perjalanan hidup selanjutnya. Dengan menarik diri dari rutinitas hidup sehari-hari, kita dapat menciptakan lebih banyak ruang untuk Tuhan dalam hidup kita, dan menyediakan diri kita untuk berelasi lebih dalam lagi dengan-Nya, agar kita dapat terus maju dalam kehidupan.
Kedua, menjadi resilien (kemampuan menyesuaikan diri yang tinggi dan luwes). Resiliensi adalah karakter manusia yang luar biasa yang muncul ketika kita menghadapi kesukaran. Pada saat yang sama, resiliensi dapat dipelajari dan dikembangkan dalam lima bidang (rohani, jasmani, perasaan, pikiran, dan sosial) penting dari kehidupan kita yang akan meningkatkan kemampuan kita dalam mengatasi badai-badai kehidupan, tidak digelisahkan oleh tantangan hidup, dan oleh kasih karunia Tuhan dapat menyelesaikan tantangan-tantangan dengan penuh kemenangan.
Mengerjakan pemuridan juga dapat menjadi sebuah tantangan bagi kita yang kadang menuntut kita untuk lebih mementingkan kebutuhan orang lain daripada kebutuhan kita sendiri. Tetapi bekerja secara terus-menerus tanpa memikirkan diri sendiri akan membuat kita berada di titik letih, lesu, dan akhirnya jenuh. Untuk menopang diri kita sendiri selama masa pelayanan, kita harus merawat diri kita sendiri sehingga kita dapat terus merawat orang lain dengan memiliki irama hidup yang membuat kita bisa memberi dan menerima, menarik napas (menerima dari Tuhan), dan menghembuskan napas (melayani orang lain).
Salah satu bagian terpenting dari merawat diri adalah memasukkan disiplin rehat Sabat ke dalam irama hidup kita. Rehat Sabat berarti menyelaraskan hidup kita dengan irama penciptaan yang merupakan cara hidup terbaik, dan mengingatkan kita supaya kita tidak diperbudak oleh pekerjaan atau ambisi pribadi kita melainkan mengarahkan diri kepada Allah dan kasih karunia-Nya kepada kita. Rehat Sabat dapat dilakukan melalui empat cara: berhenti, beristirahat, bersekutu, dan berpesta. Tujuan utama kita melakukan rehat Sabat ini adalah mempersilakan Allah untuk memelihara kita secara aktif, dan bukan dengan menjadi pasif dan malas.
Dalam kehidupan rohani kita, kita perlu untuk sesekali mengambil jeda dan memikirkan apa yang sedang terjadi dalam hidup kita sehingga kita tidak melantur tanpa menyadari di mana tempat atau posisi keberadaan kita saat ini. Pemeriksaan kesehatan rohani ini dapat kita mulai dengan pertanyaan “Siapakah aku?”, “Di manakah aku?”, “Bagaimanakah aku?”, “Mengapa aku?”, dan “Milik siapakah aku?”. Kesadaran-kesadaran ini akan membawa kita pada penyerahan diri kepada Allah, yaitu mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Allah.
Memiliki stamina yang tetap teguh tidak dapat diperoleh dengan seketika. Saat kita mulai menyadari bahwa kita telah terjebak di dalam rutinitas dan kesibukan kita, segeralah mengambil waktu untuk menarik diri dan temukanlah kembali kekuatan dan sukacita di dalam Dia untuk melanjutkan perjalanan hidup selanjutnya.
Judul Buku : Mentoring Conversations Penulis : Tony Horsfall Penerbit : Katalis (2021) Bagian 5 : Tetap Teguh (38 hal)