Prinsip 5: Terimalah Dukacita dan Kehilangan
Dalam gereja-gereja yang sehat secara emosional, orang menerima dukacita sebagai jalan untuk menjadi lebih serupa dengan Allah. Mereka memahami betapa dukacita atas kehilangan-kehilangan kita merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemuridan. Mengapa? Itu menjadi satu-satunya jalan untuk menjadi pribadi yang memiliki belas kasihan seperti Tuhan Yesus.
Saya menutupi kehilangan-kehilangan saya selama bertahun-tahun, tanpa menyadari betapa semuanya itu sedang membentuk relasi-relasi dan kepemimpinan saya saat ini. Allah sedang berusaha untuk memperbesar jiwa saya dan mendewasakan saya, sementara saya sedang berusaha mencari penyelesaian kilat untuk penderitaan saya. Ia menang.
Biarkanlah Dukacita Menghasilkan Kedewasaan
Berpikirlah sejenak bersama saya tentang betapa besarnya tumpukan kehilangan yang kita alami selama hidup kita. Ada kehilangan-kehilangan yang menghancurkan hati yang mencakup misalnya, kematian anak-anak kita, kematian mendadak dari pasangan kita, suatu cacat, perceraian, perkosaan, kekerasan emosional atau seksual, kanker yang tidak dapat disembuhkan, ketidaksuburan, hancurnya sebuah impian, bunuh diri, seseorang yang kita kasihi yang mengkhianati kita atau mengetahui bahwa salah satu dari teladan yang kita idolakan ternyata tidak beres.
Kehilangan-kehilangan lainnya dianggap "tidak penting", tetapi sama pentingnya untuk berdukacita karenanya. Bila ditekan dan disangkali, semuanya itu akan menumpul dalam jiwa kita bagaikan batu-batu berat yang menyeret kita. Bila tidak lekas ditangani, hal-hal itu akan menghalangi kita untuk melangkah dengan bebas dan jujur bersama Allah dan orang lain.
Hindari Pengampunan yang Dangkal
Pengampunan bukan proses yang cepat. Saya tidak percaya bahwa mungkin untuk benar-benar mengampuni orang lain dari hati kita sampai kita mengizinkan diri kita untuk merasakan penderitaan dari apa yang telah hilang. Orang yang mengatakan bahwa hal itu hanya masalah tindakan dari kehendak, [orang tersebut] tidak memahami dukacita.
Ketika Yesus mengampuni, Ia tidak berkata, "Yah, mereka melakukan yang terbaik. Mereka tidak dapat menghindarinya." Ia tidak terpisah dan mengalami kekosongan emosi. Sebaliknya, Yesus sungguh-sungguh merasakan pemberontakan kita, penyelewengan kita, ketidakrelaan kita untuk menerima Dia ketika Ia dipaku sendirian di kayu salib dan berseru, "Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat" (Lukas 23:24).
Proses pengampunan selalu melibatkan proses berduka sebelum melupakan—apakah Anda adalah orang yang memberikan pengampunan ataupun yang memintanya.
… Yang terpenting, gereja, setelah belajar untuk meresapi dan bertumbuh melalui penderitaan, akan menghasilkan banyak buah belas kasihan yang menyerupai Allah terhadap orang lain. Kemampuan untuk menerima kehilangan-kehilangan dan dukacita kita akan memperlengkapi kita untuk mengasihi orang lain seperti Yesus.
Disadur dari
Buku: Gereja yang Sehat secara Emosional
Penulis: Peter Scazzero dengan Warren Bird
Penerbit: Gospel Press