Di sekeliling kita sesungguhnya terjadi suatu wabah amnesia rohani (penyakit lupa), dan tak ada di antara kita yang kebal terhadap penyakit ini. Sebagian besar dari kita tahu bahwa kita seharusnya mencintai dan takut (hormat) akan Tuhan. Tetapi menghayati hal itu dengan sungguh-sungguh sulitnya bukan main. Bukankah seharusnya mudah untuk mencintai Tuhan yang begitu luar biasa? Ketika kita mencintai Tuhan karena merasa wajib mencintai Dia, bukan karena secara tulus mencintai Dia karena keinginan kita sendiri, di situlah kita lupa tentang siapa Dia sebenarnya. Amnesia atau penyakit lupa itu kambuh lagi.
Kedengarannya saya ini bukan orang Kristen yang baik, kalau mengatakan bahwa pada hari tertentu saya tidak ingin mengasihi Tuhan, atau saya hanya lupa. Namun itulah yang saya alami. Di dunia ini di mana ratusan persoalan mencuri perhatian kita dari Tuhan, kita harus secara sengaja dan terus-menerus mengingatkan diri sendiri mengenai Tuhan. Karena kita tidak sering memikirkan realita tentang siapa Tuhan itu, kita cepat sekali lupa bahwa Ia layak disembah dan dicintai. Kita seharusnya hormat akan Dia. Apabila benar “pertanyaan paling genting”-nya adalah mengenai siapakah sesungguhnya Tuhan bagi kita, bagaimana kita bisa belajar untuk mengenal-Nya? Kita perlu diingatkan mengenai hal-hal ini, karena hal-hal ini mendasar dan juga sangat menentukan.
Tuhan yang kudus. Kita tidak dapat memutuskan siapa Tuhan itu. “Tuhan berkata kepada Musa, AKU ADALAH AKU” (Kel 3:14). Kita tidak dapat mengubah hal itu. Bagi orang Yahudi, menyebut sesuatu sebanyak tiga kali menunjukkan kesempurnaannya, jadi memanggil Tuhan “Kudus, Kudus, Kudus” berarti mengatakan bahwa Ia jauh terpisah, dan tidak ada apa pun dan seorang pun juga yang dapat dibandingkan dengan-Nya. Itulah yang dimaksudkan dengan “kudus.” Dari arti katanya sendiri, kekudusan-Nya begitu sempurna, sehingga tidak ada kata-kata kita yang cukup untuk menjelaskan Dia seutuhnya. Bukankah menyenangkan untuk menyembah Tuhan seperti itu, yang tidak mungkin dapat kita besar-besarkan secara berlebihan?
Tuhan yang kekal. Masing-masing kita memiliki permulaan; semua yang ada dimulai pada suatu hari, pada waktu tertentu. Segalanya, kecuali Tuhan. Ia selalu sudah ada, sebelum adanya bumi, alam semesta, atau bahkan malaikat. Tuhan ada di luar ruang dan waktu, dan karena kita ada di dalam ruang dan waktu, kita tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya konsep tersebut. Ketidakmampuan untuk memahami Tuhan sepenuhnya adalah sesuatu yang membuat frustasi, tetapi tentunya menggelikan kalau kita berpikir bahwa kita berhak membatasi Tuhan ke dalam sesuatu yang dapat kita pahami. Sungguh tuhan yang demikian adalah tuhan yang teramat kerdil!
Tuhan yang mahatahu. Bukankah ini pikiran yang membuat kita takut? Sampai pada taraf tertentu, kita suka mengelabui teman-teman dan keluarga kita tentang jati diri kita yang sebenarnya. Tetapi kita tidak dapat melakukannya terhadap Tuhan. Ia tahu setiap kita secara mendalam dan terperinci. Sungguh menenangkan untuk menyadari bahwa ini adalah Tuhan yang sama, yang kudus dan kekal, Pencipta jutaan galaksi dan ribuan spesies pohon di hutan. Ia sebenarnya tidak perlu mengenal kita sebegitu dalamnya, tetapi Dia memilih untuk melakukannya.
Tuhan yang mahakuasa. Kolose 1:16 memberitahu kita bahwa segala sesuatu diciptakan untuk Tuhan. Namun jujur saja, bukankah sebaliknya kita ini hidup seolah-olah Tuhan yang diciptakan untuk diri kita, untuk mengabulkan permintaan kita, memberkati kita, dan menjaga orang-orang yang kita kasihi? Mazmur 115:3 mengungkapkan, “Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang dikehendaki-Nya!” Namun kita terus bertanya kepada-Nya: “Mengapa..? Mengapa..? dan Mengapa?”. Jawaban untuk setiap pertanyaan ini sederhana: karena Dia memang Tuhan. Dapatkah Anda menyembah Tuhan yang tidak harus menjelaskan tindakan-tindakan-Nya kepada Anda? Mungkinkah kesombongan yang membuat Anda berpikir bahwa Tuhan harus memberikan penjelasan kepada Anda?
Tuhan yang adil dan benar. Allah adalah satu-satunya Pribadi yang baik, dan standar kebaikan ditentukan oleh-Nya. Karena Tuhan membenci dosa, Ia harus menghukum orang-orang yang bersalah karena berdosa. Mungkin ini bukanlah standar yang menarik. Namun jujur saja, kalau ada orang yang memiliki alam semesta sendiri, tentu ia juga dapat membuat standar-standarnya sendiri. Ketika kita kurang setuju, jangan sampai kita berpikir bahwa pemikiran-Nyalah yang perlu dikoreksi. Tuhan tidak pernah membiarkan dosa begitu saja. Dan Ia selalu konsisten dengan etika ini. Kapan pun kita mulai mempertanyakan apakah Tuhan benar-benar membenci dosa, kita hanya perlu mengingat salib di mana anak-Nya disiksa, dihina dan dihukum karena dosa. Dosa kita. Tidak perlu diragukan lagi: Allah membenci dan harus menghukum dosa. Dan Ia benar-benar adil dan benar untuk melakukan hal tersebut.
bersambung….
Disadur dari: Crazy Love (halaman 29-35)
Penulis: Francis Chan
Penerbit: Benaiah Books
Info produk: Crazy Love